KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah dalam
bentuk Makalah yang berjudul “Pembahasan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terminal dan Menjelang Ajal” ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Dokumentasi Keperawatan semester III Tahun 2012.
Makalah
ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami ambil dari Buku maupun internet. Hambatan yang kami temui pada
penyusunan Makalah ini adalah kurangnya waktu penyusunan karena banyaknya tugas
kami pada mata kuliah lain.
Selesainya
makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Dalam penyusunan
Makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada pembaca, kiranya berkenan
memberi kritikan dan saran yang bersifat membangun dengan maksud meningkatkan
pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya selanjutnya.
Jakarta, 06 mei 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………
DAFTAR
ISI……………………………………………………..……..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah…………………………………….
B. Tujuan Penulis……………………………………….………
C. Rumusan Masalah……………………………………………
D. Ruang
Lingkup…………………………………….….…….
E. Metode Penulisan
…………………………………..……..…
F. Sisitematika Penulisan……………………………..…………
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Terminal
dan Menjelang Ajal…………………
B. Konsep Materi……………………………………………….
C. Askep :
- Pengkajian dan factor yang perlu
dikaji
- Diagnosa Keperawatan
- Intervensi Keperawatan
- Evaluasi
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………..
B. Saran …………………………………………………………
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perawat
adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana
peran perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul
maut?
Peran
perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah
membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan
biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya
setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs,
Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya
bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan
bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan
terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat
yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas
mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak
sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal
mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama
untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.
Menurut
Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang
sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien
terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien
tersebut selalu berada di samping perawat.
B. Tujuan
1. Mendefinisikan
bagaimana kondisi seseorang yang mendekati kematian.
2. Mengetahui
konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang ajal.
3. Mengkaji
dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal.
4. Memberi
intervensi serta mengevaluasi pada klien yang menjelang ajal.
C. Rumusan Masalah
1.
Latar belakang permasalahan terminal pada
klien.
2.
Konsep materi tentang kebutuhan terminal pada
klien.
3.
Pengkajian pada pasien terminal.
4.
Diagnosa keperawatan pada pasien terminal.
5.
Intervensi masalah.
6.
Evaluasi masalah.
D. Ruang
Lingkup
Dalam Penulisan makalah
ini kelompok kami menggunakan metode kepustakaan dan internet.
E. Metode
Penulisan
Adapun metode yang di gunakan dalam penulisan
makalah ini adalah membaca dari berbagai macam buku serta informasi dari dosen
bidang study dan juga metode pencarian data melalui internet.
F. Pembatasan
Masalah
Berhubungan dengan pembahasan mengenai
tentang Dokumentasi yang membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
Terminal dan Menjelang Ajal. Penulis hanya mengkaitkan atau menjabarkan
permasalahan yang terkait dengan pembahasan masalah, dalam makalah ini penulis
hanya mengkaitkan tentang pengertiannya saja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Menjadi
tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan
dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup
semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit
degeneratif seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini
akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang.
Jika
penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang
ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan
akhirnya kematian. Sebagin besar
kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi
perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi
kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan
baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian.
Ditengah
keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan segalanya yang bisa
dilakukan...” Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi
medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan lagi,
masih luas kesempatan untuk upaya paliatif.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan,
gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual
yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan atau
pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan
paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal
mungkin.
B.
Konsep
Materi
1.
Pengertian
Ø Keadaan
Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat
tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu
dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
Ø Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap
individu akan mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak
dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
2.
Tahap-tahap Menjelang Ajal.
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan
atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :
a.
Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak
siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
b.
Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena
kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya
sehingga menggagalkan cita-citanya.
c.
Menawar (Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan
baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima
apa yang terjadi dengan dirinya.
d.
Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien
cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya
bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui
masa sedihnya sebelum meninggal.
e.
Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Pada fase ini terjadi
proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang
terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu
apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat.
3.
Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian.
Ada 4 type dari perjalanan
proses kematian, yaitu :
a.
Kematian yang pasti dengan waktu yang
diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
b.
Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa
diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
c.
Kematian yang belum pasti, kemungkinan
sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena
adanya kanker.
d.
Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu,
terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
4.
Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian.
Kehilangan Tonus Otot,
ditandai :
a.
Relaksasi
otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b.
Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan
hilangnya reflek menelan.
c.
Penurunan kegiatan traktus
gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi dan
sebagainya.
d.
Penurunan control spinkter urinari dan
rectal.
e.
Gerakan tubuh yang
terbatas.
Ø Kelambatan
dalam Sirkulasi, ditandai :
a.
Kemunduran dalam sensasi.
b.
Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c.
Kulit dingin, pertama kali
pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
Ø Perubahan-perubahan
dalam tanda-tanda vital :
a.
Nadi lambat dan lemah.
b.
Tekanan darah turun.
c.
Pernafasan cepat, cepat
dangkal dan tidak teratur.
Ø Gangguan
Sensoria : Penglihatan kabur.
Ø Gangguan
penciuman dan perabaan.
5.
Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal :
a.
Pupil mata melebar.
b.
Tidak mampu untuk bergerak.
c.
Kehilangan reflek.
d.
Nadi cepat dan kecil.
e.
Pernafasan chyene-stoke dan
ngorok.
f.
Tekanan darah sangat
rendah.
g.
Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
6.
Tanda-tanda Meninggal secara klinis.
Secara
tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World
Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu
:
a.
Tidak ada respon terhadap
rangsangan dari luar secara total.
b.
Tidak adanya gerak dari otot, khususnya
pernafasan.
c.
Tidak ada reflek.
d.
Gambaran mendatar pada EKG.
7.
Macam tingkat Kesadaran atau Pengertian dari
Pasien dan Keluarganya terhadap Kematian.
Strause et all (1970),
membagi kesadaran ini dalam 3 type :
a.
Closed Awareness atau Tidak
Mengerti.
Pada
situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang
diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal
ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada
pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang dan sebagainya.
b.
Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang
Ditutupi.
Pada
fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu
yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c.
Open Awareness atau Sadar
akan keadaan dan Terbuka.
Pada
situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal
yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.
Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal
tersebut.
8.
Bantuan yang dapat Diberikan.
Ø Bantuan
Emosional:
a.
Pada
Fase Denial.
Perawat
perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan
tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
b.
Pada Fase Marah atau anger.
Biasanya
pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal
dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan
asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c.
Pada
Fase Menawar.
Pada
fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien
untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak
masuk akal.
d.
Pada Fase Depresi.
Pada
fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan
oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e.
Pada
Fase Penerimaan.
Fase
ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan
perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk
menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
9.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis :
a.
Kebersihan Diri.
Kebersihan
dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam
hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b.
Mengontrol Rasa Sakit.
Beberapa
obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal,
seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan
tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan
Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi
system sirkulasi sudah menurun.
c.
Membebaskan Jalan Nafas.
Untuk
klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi
klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang
drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d.
Bergerak.
Apabila
kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun
dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan
secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh
klien, karena tonus otot sudah menurun.
e.
Nutrisi.
Klien
seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta
pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus
otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra
Vena atau Invus.
f.
Eliminasi.
Karena
adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan
kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila
terjadi lecet, harus diberikan salep.
g.
Perubahan Sensori.
Klien
dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
10. Bantuan
Memenuhi Kebutuhan Sosial.
Klien dengan dying akan
ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya,
perawat dapat melakukan:
a.
Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin
didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya,
misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b.
Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan
dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
c.
Menjaga penampilan klien pada saat-saat
menerima kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan
klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d.
Meminta saudara atau teman-temannya untuk
sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi
klien apabila klien mampu membacanya.
11. Bantuan
Memenuhi Kebutuhan Spiritual.
ü Menanyakan
kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien
selanjutnya menjelang kematian.
ü Menanyakan
kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan
spiritual.
ü Membantu
dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
A. Asuhan Keperawatan
Ø Tanda-tanda
Kematian :
1.
Dini :
-
Pernafasan terhenti, penilaian > 10 menit
(inspeksi, palpasi auskultasi.
-
Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit,
nadi karotis tidak teraba.
-
Kulit pucat.
-
Tonus otot menghilang dan relaksasi.
-
Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa
menit pasca kematian.
-
Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan
dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman air.
2.
Lanjut (Tanda pasti kematian)
-
Lebam mayat (livor mortis).
-
Kaku mayat (rigor mortis).
-
Penurunan suhu tubuh (algor mortis).
-
Pembusukan (dekomposisi).
-
Adiposera (lilin mayat).
-
Mumifikasi
Ø Gejala
dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai sistem Organ.
v Sistem
Gastrointestinal: Anorexia, konstipasi, mulut kering dan bau, kandidiasis dan
sariawan mulut.
v Sistem
Genitourinaria : Inkontinensia urin.
v Sistem
Integumen : Kulit kering (pecah-pecah) dan dekubitus.
v Sistem
Neurologis : Kejang.
v Perubahan
Status Mental : Kecemasan, halusinasi dan depresi.
Pengkajian :
Perawat
harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk
dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang
dan damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam
hidup kedalam empat fase, yaitu :
1.
Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui
ada gejala atau faktor resiko penyakit.
2.
Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.
Klien
dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
3.
Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit
dan pengobatannya. pasti terjadi.
4.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami
berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual.
Gambaran
problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
Ø Problem
Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan
darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
Ø Problem
Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic,
kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi,
inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit
(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan
kesadaran atau kondisi penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri
terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
Ø Problem
Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun,
distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
Ø Problem
suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
Ø Problem
Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
Ø Problem
nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
Ø Problem
Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada
kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
Ø Masalah
Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
Ø Perubahan
Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan
orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan
perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan
sepanjang hidup.
Faktor-faktor yang perlu
dikaji :
1.
Faktor Fisik
Pada
kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah
pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri.
Perawat
harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian.
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien
dalam pemeliharaan diri.
2.
Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien
dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi
pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan
apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada
pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien
terminal.
3.
Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi
pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung
menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa
pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi
diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat,
kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4.
Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan
klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat
terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin
berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti
ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam
pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah,
ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui
keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan
ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien
menjelang kematian dapat terpenuhi.
Diagnosa Keperawatan :
I.
Ansietas (ketakutan individu , keluarga )
yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan
kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada
pada gaya hidup.
II.
Berduka yang behubungan dengan penyakit
terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan
menarik diri dari orang lain.
III. Perubahan
proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan
hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
IV. Resiko
terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi
ancaman kematian.
Intervensi :
Diagnosa
I :
1.
Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
Ø Berikan
kepastian dan kenyamanan.
Ø Tunjukkan
perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
Ø Dorong
klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobtannya.
Ø Identifikasi
dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai penyempitan
lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung
untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas
tegang, emosional dan nyeri fisik.
2.
Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan
pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari
oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan
informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap
pelajaran.
3.
Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan
ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4.
Berika klien dan keluarga kesempatan dan
penguatan koping positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan
renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa
II :
1.
Berikan kesempatan pada klien da keluarga
untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali
makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum
dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak
berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya.
Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima
dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2.
Berikan dorongan penggunaan strategi koping
positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi
koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3.
Berikan dorongan pada klien untuk
mengekpresikan atribut diri yang positif Memfokuskan pada atribut yang positif
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
4.
Bantu klien mengatakan dan menerima kematian
yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses
berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di
terima.
5.
Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh
perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan
bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
Ø Membantu
berdandan.
Ø Mendukung
fungsi kemandirian.
Ø Memberikan
obat nyeri saat diperlukandan.
Ø Meningkatkan
kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).
Diagnosa
III :
1.
Luangkan waktu bersama keluarga atau orang
terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me
ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan
dan meningkatkan pembelajaran.
2.
Izinkan keluarga klien atau orang terdekat
untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi
memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3.
Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU.
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak
takutan.
4.
Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan
postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan
klien.
5.
Anjurkan untuk sering berkunjung dan
berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering
dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6.
Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber
komunitas dan sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan
financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai
memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi
keluarga.
Diagnosa
IV :
1.
Gali apakah klien menginginkan untuk
melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila
yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang
mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini
dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan
kekuatan.
2.
Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda
tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien
menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam
mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3.
Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual
spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan
memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
4.
Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a
bersama klien lainnya atau membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak
menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya.
5.
Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin
religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak
setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien
mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson
1989 ).
Evaluasi :
1.
Klien merasa nyaman dan mengekpresikan
perasaannya pada perawat.
2.
Klien tidak merasa sedih dan siap menerima
kenyataan.
3.
Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa
dan selalu bertawakkal.
4.
Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan
Tuhan yang maha Esa akan kembali kepadanya.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kondisi
Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Orang
yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang
dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang
yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon
terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai.
b. Saran
- Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan
bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
- Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal,
tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis,
dan social yang unik.
- Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu
lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien
mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
- Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat
membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi
penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang dapat
meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan
perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat
klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Smith, Sandra F, Smith
Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to Advanced
Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F.
Fundamentals of nursing : human healt and function.
Kozier, B. (1995).
Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values.
California : Addison
Wesley
http://keperawatanreligionmentariwardhani.wordpress.com
"Tugas emank buat kita pusing, tapi suatu saat rasa pusing itu tergantikan oleh keberhasilan kita". Gbu all..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar